Terima Kasih Sudah Berkunjung , Jangan Lupa di Klik Menubar Like FansPage HukumLine Yah. Indexed by the FreeFind search engine

Rabu, 08 Oktober 2014

Analisis Hukuman Pidana Mati Dengan Tujuan Pemidanaan



Pemidanaan,
         
     Pemidanaan merupakan penjatuhan pidana/sentencing sebagai upaya yang sah yang dilandasi hukum untuk mengenakan nestapa penderitaan kepada seseorang melalui proses peradilan pidana, terbukti secara sah dan meyakinkan secara sah melakukan suatu tindak pidana, dengan kata lain pemidanaan membicarakan mengenai proses penjatuhan hukuman itu sendiri.


Tujuan Pemidanaan,
            Berdasarkan, Pasal 54 R-KUHP Tahun 2005,
                        Pasal 54,
                        (1). Pemidanaan Bertujuan,
                                    a, Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma
                        hukum demi pengayoman masyarakat;
                                    b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan
                        sehingga menjadi orang yang baik dan berguna.
                                    c. Menyelesaikan konflik yang di timbulkan oleh tindak pidana,
                        memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam
                        masyarakat;
                                    d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana dan;
                                    e. Memaafkan terpidana.

Hasil Analisis,
            Berdasarkan pada tujuan pemidanaan, menurut saya sangat tidak rasional di lakukannya “Hukuman Pidana Mati” terhadap seseorang yang dijatuhi hukuman pidana. Dilihat dari segi tujuan pemidanaan terhadap seorang terpidana pada “Pasal 54 R-KUHP Tahun 2005” sangat bertentangan dengan aturan itu sendiri, di tambah lagi diantara beberapa norma yang mendasari hukum salah satunya adalah norma agama dimana yang mengatur hidup dan matinya seseorang adalah Yang Maha Kuasa.
Itulah yang mendasari saya sangat tidak setuju bahwa dilaksanakannya hukuman pidana mati bagi seseorang yang terpidana, karena tentunya masih banyak opsi-opsi lain yang dapat di lakukan untuk menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) bagi terpidana tersebut, guna memberikan efect Jera bagi pelaku tindak pidana agar tidak mengulangi perbuatannya.
            Menurut saya terhadap terpidana yang di jatuhi hukuman pidana mati akan tidak bermanfaat dikarenakan hukuman mati yang di lakukan kepada seseorang terpidana tersebut akan sirna begitu saja dan hanya memberi efect psikologis bagi yang menjalankan dan tidak mewujudkan apa yang menjadi tujuan utama pemidanaan itu sendiri.
oleh karena itu sebagai pengganti hukuman pidana mati bagi seseorang yang terpidana salah satu opsi jika diterapkan “pengasingan”, melihat di Indonesia sendiri yang merupakan negara kepulauan masih banyak tanah/pulau tak berpenghuni, jika di manfaatkan untuk tempat pengasingan dan memperkerjakan seorang terpidana akan lebih bermanfaat bagi Negara Itu sendiri dimana seorang terpidana di berikan efect jera melalui pengasingan dan bekerja serta mengelola pulau tersebut.

Sabtu, 02 Agustus 2014

Sejarah Singkat Perkembangan Penyelenggaraan Pencatatan Sipil

    Lembaga catatan sipil yang ada di Indonesia merupakan peninggalan dari pemerintah penjajah Belanda yang sejak Indonesia merdeka belum pernah mengalami peninjauan kembali untuk diubah atau disesuaikan dengan perkembangan hukum dalam masyarakat,

     Di Eropa atau Belanda sendiri lembaga pencatatan sipil ini daftar-daftar kelahiran, perkawinan, kematian, dan sebagainya yang di buat oleh para pendeta. Keadaan itu berubah dengan dibentuknya undang-undang tanggal 20 September 1792 yang menugaskan Pemerintahan Kotapraja mengadakan daftar pencatatan sipil megenai kelahiran,  Perkawinan, dan kematian bagi warga Kotapraja. Badan-badan lain atau orang lain, selain Pemerintahan KotaPraja dilarang untuk melakukan pekerjaan pencatatan sipil dimaksudkan (Lie Oen Hoek, 1961 : 2-3)

   Di Batavia, pelaksanaan pencatatan sipil telah ada sejak tahun 1820, hal ini terbukti dari arsip yang tersimpan di Kantor Catatan Sipil Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Meskipun secara resmi kelembagaan catatan sipil baru ada secara De jure tahun 1850 yang kedudukannya disesesuaikan dengan wilayah Kota Jakarta itu sendiri, Akan Tetapi dalam pelaksanaannya untuk beberapa golongan penduduk saja, terutama bangsa China, Hal ini seirama dengan politik pemerintah pada waktu itu, yang membagi dan menggolongkan penduduk dan kemudian bagi setiap golongan penduduk berlaku hukum yang berbeda ( Victor M.Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1996:16)

   Ketertutupan pelayanan Kantor Catatan Sipil ini terus berlangsung setelah Indonesia Merdeka, Sebeb sesuai dengan peraturan pencatatan sipil yang berlaku tidak seua penduduk (Warga Negara) Indonesia dapat dilayani oleh Kantor Pencatatan Sipil, Pelayanan Kantor Pencatatan Sipil bagi penduduk (warga negara) Indonesia masih terbatas. Baru pada tahun 1966 berdasarkan pada instruksi Persidium Kabinet Ampera Nomor : 31/U/IN/12/1966 tanggal 27 December 1966 yang di Tujukan kepada Menteri Kehakiman dan Kantor Catatan Sipil Seluruh Indonesia.

Minggu, 27 Juli 2014

Resume Lengkap Hukum Acara PTUN

*klik Gambar Untuk Memeperbesar*

Materi : Hukum Acara Peradilan PTUN
Tipe : Microsoft Word File
Halaman : 1-5
Sub-Materi : Hukum Acara Dan Praktek Peradilan PTUN

Adf.ly

Iklan Kumpul Blogger

Iklan Kumpul Blogger

@Copyright KiriKanan

@Copyright Tengah